Alkisah, (bukan kisah admin) ada sebuah kelas
yang sebagian besarnya terdiri dari dari
laki-laki berusia 35 tahunan. Nah hari itu sang pengajar memberikan sebuah
tugas unik. Yaitu, peserta harus menhyatakan kasih mereka pada seseorang .
Seseorang ini haruslah orang yang tidak pernah menerima kasih dari mereka atau
setidaknya orang yang sudah lama sekali tidak menerima kasih dari mereka.
Memang kelihatannya tugasnya
tidak terlalu sulit. Tapi ingatlah, rata-rata pesertanya adalah laki-laki dari
generasi yang diajarkan bahwa ekspresi perasaan tidak pantas dilakukan
oleh seorang laki-laki. Jadi bisa
dikatakan, bagi sebagian peserta, tugas ini menjadi tantangan tersendiri.
Pada
kelas di minggu yang berikutnya, setiap peserta diberi kesempatan untuk membagi
pengalaman mereka dalam menjalankan tugas unik itu. Tak di sangka, yang berdiri
adalah peserta laki-laki.
Setelah
sesaat berdiri dalam diam, akhirnya laki-laki itu berkata, “Awalnya, saya
sedikit jengkel karena mendapat tugas aneh seperti ini. Siapa anda, beraninya
menyuruh saya untuk melakukan sesuatu yang sepersonal itu.! Tapi saat saya
mengendarai mobil menuju rumah, hati nurani saya mulai mengusik. Sebenarnya
saya sudah tahu kepada siapa saya harus mengatakan kasih saya. Sekadar cerita saja, lima tahun lalu, ayah saya dan saya
sempat berselisih pendapat dan akhirnya bertengkar hebat sampai saat ini. Kami
saling menghindari kecuali saat situasi memang mendesak. Tapi sejak saat itu,
kami
sama sekali tak pernah saling bicara.
Jadilah,
pada selasa minggu lalu, setibanya di rumah saya meyakinkan diri sendiri bahwa
saya harus pergi ke ayah saya dan mengatakan kasih saya padanya. Memang terasa
aneh, tapi sekedar membuat keputusan itu saja saya merasa ada beban berat yang
terangkat dari pundak saya. Pagi harinya , saya bangun lebih awal dan segera
pergi ke kantor. Selama bekerja , saya merasa lebih bersemangat, dan tidalk
menyngak saya dapat menyelsaikan lebih banyak pekerjaan dibanding yang pernah
saya lakukan seharian penuh di hari-hari sebelumnya. Lalu, saya menelpon ayah
saya untuk menanyakan apakah saya bisa mampir sehabis pulang kantor. Dan
seperti biasa, ayah saya menjawab dengan suara galak, ‘Mau apa lagi sekarang ?’
Saya meyakinkan bahwa saya hanya sebentar saja di sana.
Karena
semua pekerjaan saya hari itu bisa selesai dikerjakan dalam waktu yang lebih
cepat, saya pun bisa keluar kanytor lebih awal. Dan saya langsung menuju ke
rumah orang tua saya. Sesampainya di
sana, saya berharap ibu sayalah yang membukakan pintu. Tapi saya langsung
bertemu muka dengan ayah saya. Tanpa buang-buang waktu lagi, saya segera
berkata, ‘Yah, saya hanya untuk bilang aku sayang ayah.’
Saat
itu juga terasa ada perubahan pada diri Ayah. Ekspresi wajahnya terlihat lebih
ramah, kerutan-kerutannya tampak menghilang, dan ia mulai menitikan air mata.Ia
lalu merangkul saya dan balas berkata ‘Ayah juga sayang kamu, Nak, tapi selama
ini sulit untuk mengatakannya.’
Saat
itu sungguh menjadi momen yang tak ternilai harganya. Saya dan ayah masih
berpelukan untuk beberapa lama, dan setelah itu saya berpamitan. Tapi bukan itu
inti cerita saya. Dua hari setelah kunjungan itu , ayah saya yang ternyata
punya masalah jantung tapi tidak pernah bilang pada saya, mendapat serangan
jantung dan langsung dilarikan ke rumah sakit dalam keadaan koma. Saya tak tahu
apakah Ayah saya akan berhasil melalui semua ini. Semoga saja.
Mungkin
bisa saya sampaikan di sini adalah : ‘jangan
menunggu untuk melakukan sesuatu yang memang kita tahu perlu
kita lakukan’. Bagaimana seandainya saya menunda untuk mengungkap
perasaan saya kepada ayah saya? Mungkin saya tidak akan pernah mendapat
kesempatan itu lagi! Karenanya , sediakan waktu untuk melakukan apa yang perlu
kita lakukan dan lakukan sekarang juga.!!" Sekian postingan tentang :
Maximize Opportunities (Memaksimalkan Kesempatan)
Semoga bermanfaat, baca juga artikel "Hidup Memang Serius (Kejujuran Doamu, Kesungguhanmu) " . Sampai jumpa di postingan selanjutnya ..!! Wassalam :)
Post a Comment