Assalamu'alaikum sahabat reader..
Kali ini saya ingin memperkenalkan dan sedikit promosi kepada sobat semua tentang desa kelahiran saya, UBUNG. Ini yang saya jadikan sebagai judul web blog saya. Mungkin bagi sebagian ada yang bertanya, apa alasan dan latar belakang saya menamai web blog ini dengan nama Ubung Style, maka itulah jawabannya. Desa kelahiran dan kebanggan saya, mutiara yang bersinar terang di ufuk timur Indonesia. Lebay.. hehe. Tapi itu melambangkan kecintaan dan kebanggan saya terhadapnya, dan sebagai salah satu bentuk rasa syukur atas Karunia Allah SWT.
Namun yang perlu sobat tahu, ini bukan Ubung yang di Bali ya ? Kalau di Bali sendiri terkenal dengan nama terminalnya yaitu terminal Ubung. Saya sendiri juga tidak tahu kenapa kok bisa sama nama desaku dengan nama salah satu daerah di Bali itu. Memang di Indonesia, sering kita jumpai beberapa daerah dengan nama yang sama. Misalnya daerah ketapang, ada di Kalimantan dan ada juga di Sumatera. Tapi Ubung desa saya tidak kalah indah dan menariknya loh dengan Ubung yang di Bali itu ? Di sana juga terdapat salah satu ikon bersejarah, yang berhubungan erat dengan perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dan menjaga persatuan dan kesatuan, yaitu tugu pendaratan TNI di Pulau Buru tanggal 14 Juli 1951 dalam misi pembebasan Ambon.
Semakin ingin tahu bukan ? Jadi, izinkan saya untuk menjelaskannya satu persatu. Semoga sobat bisa sobat tertarik dan bisa mengunjungi desa saya yang indah itu. :)
1. Letak geografis.
Desa Ubung terletak di Kecamatan Lilialy, Kabupaten Buru, Provinsi Maluku. Untuk sampai ke situ, harus menempuh perjalanan sekitar 6-8 jam melalu jalur laut dari
Ambon ibu kota
Provinsi Maluku, ke
Namlea ibu kota
Kabupaten Buru. Jika melalui jalur udara, dapat ditempuh sekitar 30 menit.
Sedangkan dari Kota Namlea ke Desa Ubung, bisa ditempuh dengan menggunakan mobil atau sepeda motor sekitar 15 menit waktu perjalanan.
2. Keindahan Pantai
Desa Ubung terletak di pinggir pantai yang indah, masih asri dan belum tercemar. Kita bisa menikmati pemandangan pasir putih yang indah dan memanjakan mata .
Tampak juga nelayan yang sedang menangkap ikan di laut, dan kita bisa membeli ikan hasil tangkapan nelayan tersebut dan langsung membagkarnya di pinggir pantai. Sungguh nikmat, dapat mencicipi ikan segar dengan harga terjangkau.
3. Kondisi ekonomi dan sosial budaya
Sebagian besar penduduk Desa Ubung bermata pencarian sebagai nelayan dan petani. Sebagian lagi sebagai guru, pedagang, pengusaha, dan berbagai pekerjaan lainnya.
Desa ubung termasuk desa yang multikultural, yaitu terdiri dari bermacam-macam suku budaya. Ada suku Buton asal sulawesi tenggara, ada suku jawa, ada yang dari suku Sula Maluku Utara seperti Umasugi, Umagapi, Umaea, Galela. Penduduk dengan berbagai macam suku budaya tersebut hidup berdampingan dengan damai dan harmonis sehingga seolah menghasilkan satu suku baru yaitu suku Ubung. Itu terlihat jelas dari kompaknya dan rasa persatuan dari masyarakat itu kerasa sekali. Rasa solidaritas dari masyarakatnya sangat tinggi, walaupun kadang sering disalah arti dan salah gunakan rasa solidaritas itu. hehe. Misalnya, dalam hal perkelahian dan tawuran. Jika ada salah satu penduduk desa yang dipukuli atau orang luar atau desa lain, maka yang akan datang adalah sekampung sebagai balasannya. Makanya desa ubung terkenal oleh orang luar sebagai desa dengan solidaritas yang tinggi di segala bidang.
4. Ikon bersejarah
Seperti yang sudah saya sampaikan di awal, bahwa di desa Ubung terdapat salah satu ikon bersejarah, yang berhubungan erat dengan perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, yaitu "Tugu Pendaratan". Tugu ini didirikan untuk mengenang peristiwa pendaratan TNI di Pulau Buru pada tanggal 14 Juli 1951 dalam misi pembebasan Ambon. Ketika itu di Ambon sedang terjadi pemberontakan oleh kaum separatis, sehingga pemerintah RI mengadakan aksi pembebesan dengan cara mengepung Ambon dari pulau Seram dan Pulau buru. Saat itu Tentara Nasional Indonesia (TNI) mendarat di pulau Buru, tepatnya di Desa Ubung.
Setidaknya itu cerita yang saya dengar dari kakek dan para petuah di kampung saya. Untuk selebihnya saya kurang tahu sehingga tidak berani berbicara banyak, takutnya salah ngomong nantinya. Sejarah ini juga tidak didapatkan di pelajaran sekolah, jadi tidak terlalu yang tahu. Saya termasuk salah satu yang beruntung karena pernah diceritain sehingga bisa tahu sedikit tentang tugu tersebut. Mungkin saat pulang kampung nanti saya akan mencari informasi yang lebih jelas lagi dan bisa menulis artikel khusus tentang Tugu ini. Tugu Ubung pernah di renovasi pada tahun 2006. Ketika itu saya baru saja lulus SD dan duduk di bangku SMP kelas 1. Di bawah adalah Gambar tugu yang telah direnovasi.
Selain tugu pendaratan, terdapat juga satu ikon bersejarah lainnya, yaitu Masjid Al-Hasan Desa Ubung. Namun ini berkaitan dengan sejarah penyebaran Agama Islam di daerah saya. Masjid Al-Hasan termasuk yang Masjid yang disebut Masjid Tua. Sering juga disebut oleh sebagian orang tua dengan julukan "Masji Putih", karena warnanya yang didominasi oleh warna putih.
Namun sama halnya dengan Tugu Pendaratan, Masjid Al-Hasan juga telah mengalami renovasi dan pembangunan ulang, sehingga bentuk aslinya sama sekali tidak terlihat lagi, kecuali warnanya yang masih didominasi warna putih.
Cukup sekian pengenalan saya mengenai desa saya. Mungkin kalau sobat datang ke Kota Namlea Provinsi Maluku, maka sempatkanlah berkunjung Desa saya yang indah itu. Tapi maaf kalau saya tidak bisa menjamu. Pasalnya sekarang masih juga merantau menuntut Ilmu di tanah Jawa. :D
Tapi jika pas berkenaan dengan waktu pulang kampung saya, mungkin akan lain ceritanya. hehe. Terima kasih telah membaca. Wassalam.. :)